Friday, September 30, 2011

Referat Radiologi : Wilm's Tumor


 WILM’S TUMOR
(Milda Inayah, Yacolina Cory, Hassanuddin)

I.                        PENDAHULUAN
Tumor Wilms, yang juga dikenal dengan nama nefroblastoma merupakan tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional primitive di ginjal. Tumor ini merupakan tumor ganas ginjal yang sering dijumpai pada anak-anak, terdapat pula pada orang dewasa. Makroskopis ginjal akan tampak membesar dan keras sedangkan gambaran histopatologisnya menunjukkan gabungan dari pembentukan abortif glomerulus dan gambaran otot poios, otot serat lintang, tulang rawan dan tulang. Tumor ini besar dan mengandung banyak daerah nekrosis dan perdarahan. Tumor Wilms merupakan satu dari keganasan yang banyak terjadi pada anak-anak dan tumor ini juga dapat bilateral pada hampir 10% kasus. 1,2,3
            Tumor Wilms adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak berumur kurang dari 10 tahun, dan paling sering dijumpai pada umur 3,5 tahun. Tumor ini merupakan tumor urogenitalia yang paling banyak menyerang anak-anak.4
Diagnosis tumor Wilms ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, gambaran radiologi, dan gambaran histopatologi. Sekitar 83% anak-anak dengan tumor Wilms menunjukkan adanya massa abdomen yang tidak nyeri. Gambaran radiologi dapat membantu penegakkan diagnosis tumor Wilms untuk menyingkirkan neuroblastoma sebagai diagnosis banding.5
Penatalaksanaan untuk tumor Wilms dilakukan dengan pembedahan. Jika secara klinis tumor masih berada dalam stadium dini dan ginjal di sebelah kontralateral normal, dilakukan nefrektomi radikal.5
Prognosis tumor Wilms tergantung dari beberapa faktor diantaranya gambaran histopatologi, stadium tumor, ukuran dari tumor dan umur penderita.5

II.                     INSIDEN DAN EPIDEMOLOGI
Insiden tumor Wilms adalah sekitar 0.8 kasus per 100.000 orang. Sekitar 500 kasus baru ditemukan tiap tahun di Amerika Serikat dan 6% diantaranya melibatkan kedua ginjal. Insiden tumor Wilms tiga kali lebih tinggi pada bangsa Afrika dan Afro-Amerika dibandingkan dengan Asia Timur dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi kulit putih di Eropa dan Amerika.5,6
Di Amerika Serikat, tumor Wilms lebih sering mengenai anak perempuan dibandingkan anak laki-laki dengan perbandingan 1:1.92 untuk tumor unilateral dan 1:1.6 untuk tumor bilateral. Tujuh puluh lima persen penderita tumor Wilms berusia di bawah 5 tahun.. Usia rata-rata dari penderita tumor Wilms bilateral ketika diagnosis ditegakkan adalah 30 bulan (laki-laki 29.5 bulan dan perempuan 32.6 bulan). Sementara itu, usia rata-rata anak-anak dengan tumor Wilms unilateral adalah 40 bulan (laki-laki 41.5 bulan dan perempuan 46.9 bulan). 5,6

III.                  ETIOLOGI
Hanya 1-2% kasus tumor Wilms yang memiliki riwayat keluarga positif. Resiko keturunan dari pasien tumor Wilms unilateral untuk terkena nefroblastoma adalah kurang dari 2%. Pasien tumor Wilms dapat disertai malformasi kongenital, seperti defek kornea, gigantisme, sindrom Beckwith-Wiedermann (organomegali, glosomegali, omfalokel dan retardasi mental), malformasi saluran genitourinarius (displasia renal, dislokasi renal, duplikasi renal, ginjal polikistik, hipospadia, kriptorkismus). Itu menunjukkan tumor Wilms berkaitan dengan abnormalitas materi genetik tertentu selama perkembangan embrio. Sebagian pasien memiliki delesi lengan pendek kromosom 11 spesifik tumor, studi lebih lanjut menunjukkan gen nefroblastoma terletak di area 11p13, disebut gen WT1. Gen WT1 telah dipastikan sebagai supresor onkogen dari nefroblastoma, kelainan fungsi atau strukturnya berperan penting dalam timbulnya tumor Wilms.5

IV.                  ANATOMI
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.4,6,7
            Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurag lebih 0,4% dari berat badan.4,6,7
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat glandula suprarenal/adrenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari perenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya.4,5,7
            Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi costa XII sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi costa XI. Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum (retroperitoneum), di depan dua costa terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominis, quadratus lomborum dan psoas major.4,6,7
            Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes.4,6,7
            Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah vaskularisasinya.4,6,7
            Fungsi ginjal selain untuk membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal juga berfungsi untuk mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, dan menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin.4,6,7

V.                     PATOFISIOLOGI
Kasus tumor Wilms adalah jarang walaupun 1-2% pasien yang menderita memiliki riwayat keluarga. Gen tumor Wilms WT1 berlokasi di 11p13. WT1 yang ditemukan pada gen merupakan keadaan kritis  untuk perkembangan ginjal normal.6
Tumor Wilms dapat terjadi secara sporadik, berkaitan dengan sindroma genetik dan atau bersifat familial. Oleh karena itu, Tumor Wilms diperkirakan merupakan abnormalitas genetik. Namun demikian patofisiologi molekuler penyakit ini sampai sekarang belum jelas benar. Tumor diperkirakan disebabkan oleh kegagalan jaringan blastema berdiferensiasi menjadi struktur ginjal yang normal.6
Menurut Knudsen dan Strong, Tumor Wilms disebabkan oleh 2 trauma mutasi pada gen tumor supresor yang menyangkut aspek prezigot dan postzigot. Mutasi prezygot (mutasi germline) diwariskan atau memang berasal secara de novo. Mutasi postzygot terjadi hanya pada beberapa sel yang spesifik dan merupakan faktor predisposisi pada penderita tumor unilateral yang merupakan kasus sporadik. Mutasi kedua adalah inaktivasi alel kedua dari gen tumor supresor spesifik.4,7
Gen WT1 pada kromosom 11p13 adalah gen jaringan spesifik untuk sel blastema ginjal dan epitel glomerulus dengan dugaan bahwa sel prekursor kedua ginjal merupakan lokasi asal terjadinya Tumor Wilms. Ekspresi WT1 meningkat pada saat lahir, dan menurun ketika ginjal telah makin matur. WT1 merupakan onkogen yang dominan sehingga bila ada mutasi yang terjadi hanya pada 1 atau 2 alel telah dapat mempromosikan terjadinya tumor Wilms. Gen WT2 pada kromosom 11p15 tetap terisolasi tidak terganggu.4,6,7
Tumor berasal dari blastema metanefrik dan terdiri atas blastema, stroma, dan epitel. Dari irisan berwarna abu-abu dan terdapat fokus nekrosis atau perdarahan. Secara histopatologik dibedakan 2 jenis nefroblastoma yaitu Favourable dan Unfavourable.4
Tipe favourable jelas dipertimbangkan menjadi bentuk konvensional dan biasanya membawa prognosis yang baik. Tipe ini memberikan ciri seperti blastema, epithelia dan elemen stromal tanpa ectopia atau anaplasia. Pada tipe ini dapat ditemukan adanya elemen sacromatosa dalam jumlah yang sedikit di dalam stroma dan tidak mempengaruhi prognosis.6
Tipe unfavourable digambarkan sebagai pembesaran yang bermakna dari nuklei, hiperkromatisme dari pembesaran nuklei dan gambaran multipolar mitotic. Area anaplasia mungkin fokal atau difus dan dapat diperkirakan peningkatan angka yang lebih tinggi terhadap kemungkinan tumor relaps dan kematian.6
Tumor resiko rendah (favourable)7
  • Tumor Wilms dengan diferensiasi parsial yang bersifat kistik
  • Tumor Wilms dengan tipe epitelial berdiferensiasi tinggi
  • Tumor Wilms dengan struktur fibroadenomatous
  • Nefroblastoma nefroma
Tumor resiko sedang7
  • Tumor Wilms tipe campuran
  • Nefroblastoma epitelial yang berdiferensiasi jelek
  • Nefroblastoma blastemik
  • Tumor Wilms tipe stroma
Tumor resiko tinggi (unfavourable)7
  • Tumor Wilms dengan anaplasia
  • Tumor Wilms tipe sarkoma
Tumor Wilms ini membentuk pseudokapsul, sehingga tumor ini mempunyai batas-batas makroskopis jelas yang tertutup oleh jaringan ginjal. Dalam perkembangannya tumor ini mendesak pseudokapsul tersebut, diikuti dengan infiltrasi ke dalam jaringan ginjal sendiri, selanjutnya menyebar ke dalam jaringan perirenal dan mulai penyebaran atau metastasis:7
  • Perkontinuitatum: penyebaran langsung melalui jaringan lemak perirenal lalu ke peritoneum dan organ-organ abdomen (ginjal kontralateral, hepar dll).
  • Hematogen : terjadi setelah pertumbuhan tumor masuk ke dalam vasa renalis, selanjutnya menyebar melalui aliran darah ke paru-paru (90%), otak, dan tulang-tulang.
Limfogen : penyebaran limfogen terjadi pada kelenjar regional sekitar vasa para-aortal atau dalam mediatinum.

VI.                  DIAGNOSIS
a.             Gambaran Klinis
Adanya massa dalam perut merupakan gejala Tumor Wilms yang paling sering (75-90%). Tumor Wilms dapat membesar sangat cepat, yang dalam beberapa keadaan disebabkan karena terjadinya perdarahan. Hematuri (makroskopis) terdapat pada sekitar 25% kasus, akibat infiltrasi tumor ke dalam sistem kaliks. Hipertensi ditemukan pada sekitar 60% kasus, diduga karena penekanan tumor atau hematom pada pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal, sehingga terjadi iskemi jaringan yang akan merangsang pelepasan renin, atau tumor itu sendiri mengeluarkan renin. Gejala lain berupa anemia, penurunan berat badan, infeksi saluran kemih, demam, malaise, anoreksia, dan nyeri perut (37%). Pada beberapa pasien dapat ditemukan nyeri perut yang bersifat kolik, akibat adanya gumpalan darah dalam saluran kemih. Nyeri perut juga dapat disebabkan oleh distensi lokal, perdarahan intralesi, ruptur peritoneum. Tumor Wilms tidak jarang dijumpai bersama kelainan kongenital lainnya, seperti hemihipertrofi, anomali saluran kemih atau genitalia dan retardasi mental.4
National Wilms’ Tumor Study (NTWS) membagi tingkat penyebaran tumor ini (setelah dilakukan nefrektomi) dalam 5 stadium:4,6,9
I.                   Tumor terbatas pada ginjal dan dapat dieksisi sempurna. Capsula renalis intak. Tidak ada keterlibatan pembuluh darah sinus renalis.
II.                Tumor meluas keluar ginjal dan dapat dieksisi sempurna, mungkin telah mengadakan penetrasi ke jaringan lemak perirenal, limfonudi para aorta atau ke vasa renalis
III.             Ada sisa sel tumor di abdomen yang mungkin berasal dari biopsi atau ruptur yang terjadi sebelum atau selama operasi.

Monday, August 22, 2011

Referat Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Ektima



EKTIMA

I.       PENDAHULUAN
 Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.(1,2)
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.(3)
Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.(4,5)

 II.      EPIDEMIOLOGI
 Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.(1,4)
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.(6)
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula, ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki riwayat gigitan serangga (73%).(7,8)

III.    ETIOLOGI
 Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari beberapa Staphylococcus saja. (9)
Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk.(9,10)
 
IV.    PATOFISIOLOGI
 Staphylococcus aureus  merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis.(11)
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin  yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung  pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell  tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks  reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi  non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.(11,13)
Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini. (13)

V.      GAMBARAN KLINIS
 Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.(1,2,12,13)
Gambar A:  Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah
(diambil dari kepustakaan 1)
Gambar B: Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus.
(diambil dari kepustakaan 1)
 
 Gambar C: Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita diabetes dan gagal ginjal
(diambil dari kepustakaan 13)

Gambar D: Ektima pada aksila
(diambil dari kepustakaan 14)

VI.    DIAGNOSIS
 Anamnesis
           Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan dirinya.(1)         
          Anamnesis ektima, antara lain:(1)
1.             Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2.             Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan serangga.
3.             Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai bawah.
4.             Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta
5.             Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

Pemeriksaan fisis
           Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta.(1)
Gambar D : Krusta coklat berlapis lapis pada ektima
(diambil dari kepustakaan 2)
Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal
(diambil dari kepustakaan 2)

   Pemeriksaan penunjang
           Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan jaringan dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi(2,12).
          Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.(2)
Gambar F: Pioderma
Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi
(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)
(diambil dari kepustakaan 12)

VII.   DIAGNOSIS BANDING
           Diagnosis banding ektima, antara lain:
1.       Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multipel. (3,4,5,13,15)

Gambar G: Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
(diambil dari kepustakaan 13)
2.       Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta. Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda. (3,4,5,13,15)
Gambar H: Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial
(diambil dari kepustakaan 13)
Gambar I: Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur
(diambil dari kepustakaan 15)

VIII. KOMPLIKASI
          Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis, limfadenitis supuratif, dan bakteremia.(16)

IX.    PENATALAKSANAAN
          Penatalaksanaan ektima, antara lain:
1.             Nonfarmakologi
          Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian. (1,10,13,16,17,18)
2.             Farmakologi
          Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi (1,10,13,16,17,18)
a.              Sistemik
         Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua. (1,10,13,16,17,18)
1.             Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)
a.       Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
          Anak    : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
b.       Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
c.       Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari
2.             Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)
a.       Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
b.       Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
c.       Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. 
          Anak    : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.
b.      Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas  maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin,  Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topikal. (1,10,13,16,17,18)
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara topical dan oral. (1,10,13,16,17,18)
 3.       Edukasi
          Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit. (1,10,13,16,17,18)

X.      PROGNOSIS
           Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).(16)

XI.    PENCEGAHAN
           Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk mencegah gigitan serangga.(16)



Oleh :
Muh. Syahrir (C 111 06 108), Milda Inayah (C 111 07 027), dan Dyah Ayu Windy (C 111 07 048)
Pembimbing :
dr. Isnada Putriani Said
Supervisor :
dr. Anis Irawan Anwar, Sp.KK (K)

ACC: 12 Agustus 2011
Pembacaan: 16 Agustus 2011